Bismillah..
Pada zaman khalifah ustman bin affan, syiar islam terus tersebar
luas hingga keberbagai penjuru negara, hal tersebut sebagai bentuk upaya
menyebarkan ajaran islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw, namun hal
tersebut tidak luput dari berbagai rintangan, hingga suatu saat delegasi utusan
khalifah Ustman bin affan sampai pada beberapa daerah untuk mengajarkan islam dan
syariatnya. seiring waktu berjalan suatu hal yang tak diduga oleh para delegasi tersebut adalah mereka
mendengar bacaan al-Qur’an yang mereka bacakan berbeda dengan bacaan yang ia
dapatkan dari Rasulullah Saw, hingga hal tersebut menimbulkan perdebatan dan
perkelahian diantara mereka, mereka tetap kukuh dengan bacaan mereka sendiri
karena mereka sangat yakin begitulah Rasulullah Saw membacakan kepada mereka.
Kabar tersebut pun sampai ketelinga khalifah ustman bin affan,
khalifah pun mengambil kebijakan agar mengkaji ulang lembaran-lembaran mushaf
yang ditulis pada masa Rasulullah Saw agar tidak terjadi fitnah karena
perbedaan tersebut dikalangan ummat islam. beliau pun mengirimkan surat kepada
sayyidah Hafshah putri sayyidina Umar bin Khattab Ra sebagai penjaga manuskrip
lembaran-lembara wahyu yang diamanahkan kepada nya sepeninggal ayah nya sang
khalifah sebelum masa Usman bin Affan untuk dikaji kembali lalu kemudian
disalin oleh para penulis wahyu, sayyidah Hafshah pun menyerahkan mauskrip
wahyu tersebut. Setelah manuskrip berada ditangan khalifah ustman bin Affan,
beliau memerintahkan dan mendiskusikan hal tersebut kepada para sahabat penulis
wahyu dimasa Rasulullah Saw mereka adalah sahabat zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Said bin ‘Ash, abdulrahman bin al-Harist bin Hisyam agar mengkaji kembali dan
menyalin hingga beberapa eksampler lalu kemudian disebarkan keberbagai penjuru
ummat.
Demi menjaga keotentikan al-Qur’an dan mencegah dari tercampur nya
ragam bacaan yang tidak shahih, khalifah pun memerintahkan kepada para penulis
wahyu agar menulisnya dengan lahjah quraisy jika terjadi perbedaan pendapat
diantara para penulis wahyu. Setelah rampung pengkajian nya, penyalinan nya,
dan juga pengklasifikasian qiraat bacaan nya. Maka usman bin affan kemudian
menyebarkan mushaf tersebut kembali ke berbagai penjuru disertai dengan seorang
delegasi yang paham betul dengan mushaf yang dibawa nya baik dari segi bacaan
rasm dll, selain itu beliau juga memerintah kan kepada ummat pada masa itu agar
memusnahkan setiap manuskrip wahyu selain dari yang telah dikaji oleh tim
penulis wahyu khalifah, hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi lagi
perdebatan dikalangan ummat mengenai bacaan qiraah al-Qur’an.
Setelah penyalinan tahap ketiga usai ada tiga kaidah penting yang
telah dirumuskan oleh khalifah usman bin affan bersama para tim kodifikasi
yaitu bahwa untuk mengatakan sebuah mushaf itu adalah al-Qur’an setidak nya
harus memenuhi tiga syarat, ketiga syarat inilah yang dijadikan sebagai tolak
ukur hingga kini dalam menetukan ke Qur’an an sebuah mushaf, yaitu
sesuai dengan kaidah bahasa arab, sesuai dengan kaidah rasm yang dituliskan
dihadapan Rasulullah Saw, dan juga qiraah bacaan yang transmisi sanad nya
mutawatir. Jika satu dari ketiga kaidah ini tidak terpenuhi maka mushaf
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai al-Qur’an dan bacaan nya termasuk dalam
kategori qiraah syadz (tidak tergolong sebuah amalan ibadah ketika membaca nya,
tidak boleh dibaca dalam shalat, dan tidak dapat dijadikan sebagai landasan
dalam syariat).
Dan setelah semuanya dianggap usai, khalifah pun mengembalikan
manuskrip wahyu yang yang dipinjamkan oleh sayyidah Hafshah, kemudian manuskrip
itupun dijaga hingga beliau kembali kerahmatullah.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa perbedaan kodifikasi al-Qur’an
dizaman abu bakr dan usman bin affan adalah bahwa dizaman abu bakr salinan yang
ditulis dari manuskrip dizaman Rasulullah Saw hanya menyalin ayat-ayat yang
telah dinasakh dan disepakati qiraah dan rasm nya saja, dan juga mensyaratkan manuskrip
tersebut ditulis dihadapan Rasulullah Saw (maka dari itu penyalinan wahyu
dizaman Abu bakr harus menghadirkan dua orang saksi, yang menyaksikan penulisan
manuskrip wahyu tersebut dizaman Rasulullah). Adapun pada zaman Ustman bin
affan penyalinan mushaf al-Qur’an dari
manuskrip zaman Abu bakr telah diklasifikasikan kebeberapa ragam bacaan, akan
tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah salinan nya ada yang
mengatakan empat, lima, enam, tujuh, hingga delapan buah mushaf yang kemudian
disebarkan ke berbagai penjuru daerah, adapun alasan ditulisnya dalam beberapa
mushaf adalah agar dapat mencangkup keseluruhan ragam qiraat yang telah
disepakati, dan juga kembali mengkaji transmisi sanad nya, selain itu juga
penyusunan surah-surah dan ayat-ayat nya menyamakan urutan surah yang diajarkan
oleh Rasulullah Saw, Adapun pada masa Abu bakr penyusunan nya hanya pada urutan
ayat nya saja.
Wallahu ‘Alam.
Kairo, Darrasah
31 Jan. 21
link bagian I klik disini
Komentar
Posting Komentar