Bismillah...
Al-Qur’an merupakan satu dari beberapa kitab suci yang telah
diturunkan Allah kepada rasul-rasul sebelum nya, ia merupakan kitab suci yang
bila dari berbagai aspek nya sangat sempurna dan penuh dengan berbagai mukjizat.
Pengkajian terhadap nya tidak berhenti sepeninggal Rasulullah Saw. akan tetapi
terus berlajut hingga hari akhir kelak. beberapa diantara aspek pembahasan
al-Qur’an yang hingga hari ini masih dikaji adalah yaitu metode pengumpulan
naskah al-Qur’an itu sendiri, cara pelafalan nya dan juga metode penulisan nya
dimasa Rasulullah saw hingga masa-masa sepeninggal beliau.
Jika kita kembali membuka lembaran sejarah yang tertuang pada
kitab-kitab ulum al-Qur’an, disana kita dapat jumpai bahwa al-Qur’an sejak masa
diwahyukan nya kepada Rasulullah Saw saat itu juga beliau memerintahkan sahabat
yang hadir bersama beliau saat itu agar menghafalkan dan melafalkan nya lalu
kemudian menulis nya di berbagai media tulis saat itu dihadapan Rasulullah Saw.
hal ini sesuai dengan firman Allah “sesungguhnya kami lah yang menurunkan
al-Qur’an/sunnah dan kami jugalah yang menjaga nya". Dari ayat ini lah para
ulama berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan oleh Allah swt telah terjaga
keotentikan seluruh aspek bahasan nya sejak ia wahyukan kepada Rasulullah Saw.
Adapun penulisan al-Qur’an yang diperintah kan oleh Rasulullah saw
adalah merupakan wahyu dari Allah sebagai upaya menjaga keotentikan nya baik
dari pelafalan nya (qiraat) ataupun penulisan nya (rasm). Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa Rasulullah saw menjaga keotentikan al-Qur’an dengan dua cara.
Yaitu, dengan menghafalkan nya dan juga memerintahkan sahabat untuk menuliskan
nya. Maka dari itu al-Qur’an telah sempurna penulisan nya sejak masa Rasulullah Saw. Akan tetapi pada
masa itu al-Qur’an belum dikumpulkan naskah penulisan nya dan pengklasifikasian
qiraat bacaan nya sebagaimana sebuah mushaf yang tersusun saat ini dikarenakan
diantara mereka merasa cukup dengan menghafalkan nya dan juga Rasulullah belum
memerintahkan hal tersebut karena beberapa ayat masih dinasikh dan juga pewahyuan
al-Qur’an masih terus berlangsung.
Dari sini mungkin akan timbul pertanyaan, selain karena diwahyukan
untuk memerintahkan sahabat dalam penulisan nya, apa landasan lain Rasulullah
Saw memerintahkan penulisan tersebut? Beberapa landasan perintah tersebut
adalah yang pertama dikhawatirkan hilang nya sesuatu dari al-Qur’an karena lupa
atau pun orang yang menghafalkan nya meninggal dunia, karena sesuatu yang
ditulis tidak mungkin hilang dengan dua hal tersebut, kedua adalah agar wahyu
tersebut tersampaikan kepada para sahabat atau -generasi setelahnya- yang tidak
hadir pada saat wahyu itu diturunkan ataupun ditulis (terlebih pada ayat dengan
ragam qiraat nya), yang ketiga adalah sebagai penguat keotentikan nya bahwa
al-Qur’an sangat terjaga baik secara pelafalan dan juga secara penulisan. Lalu
bagaimana dengan pelafalan nya? Ya, Rasulullah saw membacakan nya dengan ragam
bacaan nya, hal itu diketahui dari naskah al-Qur’an yang ditulis para sahabat
dihadapan Rasulullah Saw saat itu tertulis dengan harf as-Sab’ah.
Sepeninggal Rasulullah Saw sejarah kodifikasi al-Qur’an tidak
terhenti sampai disitu. Kepemimpinan setelah beliau dilanjutkan oleh sahabat
Abu bakar as-Shiddiq, segala urusan ummat dan negara diurusi oleh beliau,
termasuk diantara nya penjagaan terhadap keotentikan kitab suci al-Qur’an.
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa pada zaman khalifah Abu bakr as-Shiddiq
telah terjadi sebuah peperangan yang yang banyak menelan korban jiwa mereka
diantara nya adalah banyak dari kalangan para Huffadz (para penghafal
al-Qur’an), sehingga hal tersebut menjadi kekhawatiran -akan berpengaruh
terhadap upaya penjagaan al-Qur’an- sahabat Hudzaifah Ra, lalu kemudian beliau
menyampaikan kekhawatiran kematian para huffadz tersebut kepada sahabat Umar
bin Khattab, dan kemudian menyampaikan nya kepada khalifah Abu Bakr, khalifah
pun memerintahkan beberapa sahabat penulis wahyu dimasa Rasulullah Saw, satu
diantara nya adalah sahabat Zaid bin Tsabit. Awal nya beliau menolak, akan
tetapi beliau berkenan berkat bujukan dari khalifah Abu Bakr dan Umar bin
khattab dan juga beliau memberikan syarat yang menjadi ketentuan dalam penyalinan
lembaran naskah-naskah al-Qur’an yang telah ditulis pada zaman Rasulullah Saw. Syarat
tersebut adalah beliau mengharuskan setiap naskah yang dihadirkan agar
menyertakan dua orang saksi yang menyaksikan langsung penulisan naskah tersebut
dihadapan Rasulullah Saw, pendapat lain mengatakan menghadirkan bukti hafalan
dan penulisan dari ayat tersebut.
Dan dalam tahap penyalinan tersebut, beberapa naskah yang ditulis
oleh para sahabat tidak dihadapan Rasulullah Saw dan juga beberapa riwayat
bacaan yang tidak diriwayatkan secara mutawatir (Qiraah Syadz) ditolak oleh
sahabat zaid bin Tsabit, dan tidak dimasukkan kedalam penyalinan mushaf. Hingga
penulisan tersebut selesai, mushaf tersebut pun berpindah tangan dari tangan
khalifah Abu bakr ke pada khalifah Umar bin Khattab lalu sepeninggal beliau
disimpan dan dijaga oleh putri nya hingga masa kodifikasi selanjutnya pada masa
khalifah Ustman bin Affan mushaf tersebut kembali disalin ulang karena beberapa
faktor yang timbul saat itu.
Kairo, Darrasah.
Jum’at, 29 Jan.
2021
Komentar
Posting Komentar