Bismillah...
Islam
dengan kesempurnaan ajaran nya sangat memperhatikan para penganut nya dalam keseharian
nya mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, semua diatur dalam hukum
syariat yang begitu jelas dan teperinci, dari hal hal ibadah hingga hubungan antara
sesama manusia semua nya telah ditetapkan dan disepakati oleh para ulama terdahulu
hingga ulama kontemporer saat ini.
Pada
tulisan yang lalu penulis telah memaparkan beberapa pengaruh ragam qiraat
bacaan Al-Quran dari aspek fiqih ibadah (baca disini), pada tulisan kali ini
penulis akan sedikit membahas pengaruh ragam qiraat Al-Quran dari aspek fiqih keluarga
(Ahwal Assyakhsiyah).
Didalam
Al-Quran sendiri memberikan beberapa ragam bacaan qiraat pada ayat ayat yang
membahas tentang hukum dalam keluarga atau biasa disebut dengan istilah Ahwal
Assyakhsiyah yang menyebabkan perubahan pada diksi makna ayat itu sendiri
ataupun memperjelas beberapa kalimat yang masih sukar untuk dipahami, hal ini
tejadi bukan untuk memecah belah ummat, akan tetapi untuk memperkaya khazanah
wawasan keislaman ummat muslim yang nantinya berdampak pada sikap saling
menghargai perbedaan pendapat satu sama lain.
Berikut
beberapa diantara nya.
Pertama, Hukum menampakkan aurat bagi wanita terhadap laki
laki yang tidak berpotensi melakukan hubungan seksual terhadap wanita
Contoh
pada ayat An-Nuur 31
وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ
أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا
يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ...................أَوۡ مَا
مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ
أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ............atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”.
Pada ayat ini kalimat غَيۡرَ memiliki ragam qiraat
yang bebeda namun menunjukkan pada makna yang sama, ragam qiraatnya ialah pada kalimatغَيۡرَ (huruf ra’
dibaca fathah) artinya: tidak, bisa
dibaca غَيۡرِ (Huruf
ra’ dibaca kasrah).
pada
kalimat غَيۡرَ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ (huruf
ra’ dibaca fathah) bermakna pengecualian,
dalam arti laki laki yang berpotensi melakukan hubungan seksual terhadap wanita
tidak diperbolehkan memandang wanita.
Namun
pada ragam qiraah yang lain membaca غَيۡرِ (huruf ra’
dibaca kasrah) bermakna mengikuti
hukum sebelumnya, yaitu Pengecualian tersebut
juga termasuk kepada para pendamping laki laki mereka, baik orang yang merdeka
ataupun orang yang bersetatus budak yang hidup bersama mereka dan tidak memiliki
keinginan kepada wanita, seperti laki-laki yang sudah sangat tua atau orang
yang kurang akalnya yaitu orang yang syahwatnya hanya untuk makan dan minum
saja, begitu pula kepada para anak kecil yang belum mengetahui tentang aurat
wanita dan juga belum memiliki syahwat terhadap aurat wanita.
Kedua, Hukum kekerasan pasangan dalam berumah tangga.
Contoh
pada surah An-Nisa ayat 19
وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ
مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ
“...dan
janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari
apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata”.
Pada
kaliamat مُّبَيِّنَةٖۚ (huruf
ya’ berharakat kasrah) artinya
: yang nyata, bisa juga dibaca مُّبَيَّنَةٖۚ (huruf ya’ berharakat
fathah).
Pada
ayat ini larangan seorang suami meyusahkan, menekan, mempersulit, kepada istri
mereka karena hendak mengambil sebagian apa yang telah mereka berikan kepadanya
kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji secara nyata, perbuatan keji
disini bermakna bahwa sang istri telah melakukan pebuatan zina, nusyuz, atau
sejenis nya atau juga suatu perbuatan
yang tidak wajar dengan harapa agar sang suami mencerekain nya. Maka
ketika itu kamu dapat mengambil sebagian apa yang telah kamu berikan kepadanya
dengan menempuh jalan Khulu’ yaitu mengambil langkah langkah sehingga ia
meminta cerai sambil mengembalikan seluruh atau sebagian dari apa yang telah ia
terima dari sang suami.
Pada
qiraah yang membaca مُّبَيِّنَةٖۚ (huruf
ya’ berharakat kasrah) bermakna
bahwa sang istri terbukti telah melakukan perbuatan keji tersebut, maka sang suami
diperbolehkan untuk mengambil kembali apa apa yang telah ia berikan kepada sang
istri.
Namun
pada ragam qiraah yang membaca مُّبَيَّنَةٖۚ (huruf ya’ berharakat
fathah) bermakna bahwa
sang istri masih diduga melakukan perbuatan keji itu sehingga sang suami dibenarkan
untuk mengambil langkah langkah agar ia tidak kehilangan dua hal pertama
kehilangan istri kedua kehilangan apa apa yang telah ia berikan kepada sang
istri dengan cara memintai pengakuan nya sampai bukti kekejian nya itu menjadi
jelas.
Inilah
beberapa ragam qiraat bacaan quran dalam bahasan aspek kehidupan dalam
berkeluarga, perubahan harakat kasrah menjadi fathah, fathah menjadi kasrah dan
juga perubahan perubahan yang lain sangat berpengaruh dalam pemaknaan nya oleh para
pakar pakar Al-Quran.
Semoga
kita semua digolongkan kedalam orang orang yang menjaga dan dijaga oleh Al-Quran
qaulan wa ‘amalan. Aamiin
Wallahu
‘alam.
.
.
.
Referensi
:
-
Kitab : Tafsir Ath-Thabari, Penulis : Imam Abu Ja’far Muhammad bin jarir Ath-Thabari, Penerbit :
Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1994
-
Kitab : Al-Qiraat Al-Quraniyyah, Penulis : Duktur Khairuddin Saib,
Penerbit : Dar Ibnu Hazm, Beirut 2008
-
kitab : Tafsir Al-Mishbah, Penulis : M. Quraish Shihab, Penerbit :
Lentera Hati, Jakarta 2002.
Cairo,
Jum’at
20 Maret 2020
Komentar
Posting Komentar