Langsung ke konten utama

Postingan

Telisik sejarah ilmu Tajwid dan perkembangan nya

  Bismillah.. Ketika penyebaran islam sudah masuk pada kaum non arab, pelafalan dan pengkajian ayat ayat suci al-Quran mengalami pergeseran dalam pengucapan nya, oleh karena itu para ulama kemudian memulai dengan merumuskan beberapa kaidah untuk mempermudah dalam pengkajian nya terlebih dalam pelafalan nya. Ilmu tajwid dalam sejarah nya sudah ada sejak al-Quran diwahyukan pertama kali oleh Rasulullah Saw, sebagaimana dalam al-Quran (al-Muzzammil : 4) diperintahkan “bacalah al-Quran dengan tartil”, para ahlulqurra memaknai kata tartil pada ayat tersebut dengan membaguskan bacaan setiap huruf nya atau memberikan semua hak dan sifat sifat huruf yang terdapat pada bacaan al-Quran. Sehingga dari perintah tersebutlah Rasulullah Saw kemudian mengajarkan dan memerintahkan kepada para sahabat agar membacanya sesuai apa yang beliau baca kepada malaikat Jibril As. ( Baca:  hukum membaca al-Quran dengan dan tanpaTajwid) . Adapun pada generasi sahabat hingga pada periode penulisan ilmu tajwid

Hukum membaca al-Qur'an tanpa tajwid, Boleh. Betulkah?

Bismillah... Beberapa hari yang lalu dalam sebuah perjalanan, penulis melihat seseorang yang nampak sedang membaca al-Qur’an dalam perjalanan nya, terucap dalam hati penulis “segala puji bagi Allah yang telah memberikan sebuah pandangan motivasi bahwa al-Qur’an tidak lah hanya dibaca dalam keadaan tertentu saja, akan tetapi dapat dibaca dimanapun dan kapanpun”, lalu seiring waktu berlalu, terdengar bacaan nya nampak sesuatu yang sedikit meragukan hati penulis, beberapa bacaan nya tidak begitu memperhatikan kaidah ilmu tajwid atau dalam arti tidak memenuhi kriteria bacaan yang baik dan benar, dari situ teringat langsung sebuah bait dari matan Ilmu tajwid karangan imam ibnu jazari yang kurang lebih terjemahan nya berisi “bahwa membaca al-Qur’an dengan tajwid adalah sebuah kewajiban (hatmun lazim) dan barang siapa yang meninggalkannya adalah sebuah dosa”. Dari sini akhir nya muncul lah keinginan yang sangat dalam untuk mencari referensi rujukan yang membahas tentang hal ini, apakah kew

kemasyhuran bacaan Qiraah Imam Hafs dari Qiraah lain

  Bismillah Dalam ilmu qiraat para ahlulqura telah menetapkan sepuluh qiraah yang mutawatir yang telah melalui proses validalitasi bacaan pada masa khalifah Usman bin Affan, dari proses itulah bacaa qiraat al-Quran lalu kemudian diedarkan melalui tangan para sahabat keberbagai daerah yang menjadi pusat pengembangan islam saat itu diantara nya Mekkah, Madinah, Kuffah, Syam, dan Basrah. Selang beberapa lama kemudian para ahlulquraa pada masa itu mulai mengklasifiksikan bacaan mereka agar lebih mudah dipelajari, dihafal dan dijadikan sebagai objek kajian dengan menyesuaikan kondisi bahasa dan lahjah mereka terhadap qiraah al-Qur’an dimasing-masing daerah sebaran mushaf al-Qur’an tersebut, maka dari sanalah lahir para imam qiraah yang berjumlah sepuluh orang ahlulqura, dari merekalah dinisbatkan kepada nya qiraah al-Qur’an tersebut, dari sini timbul lah istilah “Qiraat as-Sab’a” Qiraat tujuh atau “Qiraat al-‘Asyar” Qiraat sepuluh. kesepuluh imam tersebut adalah imam Nafi dari Madinah, i

Biografi Figur Imam Ashim dan transmisi sanad bacaan nya

ilustrasi Bismillah. Berbicara tentang keidahan dalam berinteraksi dengan al-Qur’an ada beberapa cara. Pertama adalah dengan hanya menggunakan rasa atau bersandarkan kepada perasan saja, ini masyhur dikalangan para pembaca al-Qur’an dengan istilah dzauq , dzauq yang seperti ini muncul dengan ada nya rasa ketenangan dan ketentraman dalam hati yang larut dalam bacaan dengan iringan irama suara nan merdu. Yang kedua adalah berinteraksi dengan berlandaskan beberapa disiplin ilmu pengetahuan baik ilmu khusus yang mengkaji seluk beluk al-Qur’an ataupun ilmu pengetahuan secara umum. Dalam kajian ilmu bahasa misalnya, para pakar bahasa arab akan menemukan bahwa bahasa al-Qur’an sangat tersusun rapi, indah, dan sempurna baik secara pelafalan maupun dari pemakna nya. Dari kajiam keilmuan seperti itulah sehingga interaksi kita dengan al-Qur’an dapat menjadi erat karena akan menambahkan dan menguatkan keimanan kita terhadap kitabullah. Sabagai kalam ilahi al-Qur’an bagaikan samudra ilmu yang t

Biografi figur Imam Ibnu Amir dan Imam Hisyam (Guru Imam Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Bismillah Al-Qur’an adalah kitab suci yang kesucian dan keagungan nya langsung dinyatakan oleh Allah Swt sebagai kalamullah nya. Dimasa awal pewahyuan al-Qur’an, penghormatan dan penghargaan terhadap al-Qur’an tidak terwujud hanya dengan membaca, mengahafal dan menulis nya saja, namun juga dengan semangat mereka berusaha untuk memahami dan juga mendalami makna isi kandungan nya dan juga berusaha untuk mendedikasikan dalam kehidupan keseharain nya. Maka dari itu jika kita bandingkan dengan upaya kita hari ini dengan para sahabat dalam mendedikasikan al-Qur’an dalam kehidupan keseharian, mereka jauh lebih mengutamakan nya dibanding sekedar menghafal tanpa mengkaji dan mendedikasikan nya dalam kehidupan. Dahulu mereka para sahabat tidak lah menambah jumlah hafalan nya hingga sempurna apa apa yang mereka hafal telah mereka dedikasikan dikehidupan nya. Dari hal seperti itulah yang kebanyakan diantara mereka bagaikan al-Qur’an yang berjalan dibawah bimbingan Rasulullah Saw.     Dalam pe

Telisik Biografi Imam Abu Amr al-Basri, Guru Imam Sibawaihi

Bismillah Al-Qur’an sebagai petunjuk telah terbukti eksistensi nya dari sekian banyak pakar yang menguji keotentikan nya dari berbagi sisi, tak hayal beberapa kalangan orientalis yang terus berusaha mencari kekurangan-kekurangan nya tak dapat mereka temukan dalam kitab suci ini, justru tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan hidayah berkat kajian kritik nya terhadap al-Qur’an. Hal-hal tersebut telah disebutkan dalam beberapa redaksi ayat yang menyatakan kemampuan manusia tidak akan mampu untuk menyaingi al-Qur’an baik dari sisi manapun baik itu sastra, linguistik, sejarah, filsafat dan lain nya. Karena itu pula para ulama sepakat bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang selalu dapat diterima isi kandungan nya pada setiap tempat dan setiap zaman sebagai kitab panduan kehidupan manusia. Dalam beberapa literatur sejarah mengatakan bahwa al-Qur’an telah mengalami proses panjang dalam periwayatan nya pada setiap masa. Dimulai dari masa kenabian, sahabat, tabi, tabiin, hingga pada masa

Antara hafal dan paham

Bismillah      Menghafal al-Qur’an merupakan sebuah ibadah yang banyak mengandung fadhilah fadhilah keutamaan, hal itu terbukti dalam beberapa redaksi ayat al-Qur’an itu sendiri maupun dalam beberapa riwayat riwayat yang dinisbakan kepada Rasulullah Saw dan juga pada generasi setelah nya, diantara nya adalah orang yang membaca dan mengamalkan nya tergolong kedalam manusia manusia yang dimuliakan oleh Allah swt. Imam jazari dalam kitab nya tayyibatu an-Nasyr (lihat: mandzumah bait no 4) mengatakan bahwa orang orang yang istiqamah dalam mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an digolongkan kedalam asyrafa al-Ummah ـــ Hemat penulis bahwa ummat Rasulullah Saw dijadikan sebagai ummat yang terbaik (khaera al-ummah) karena kepada nya lah al-Qur’an diturunkan, namun orang yang istiqamah mempelajari dan mengamalkan al-Qur’an digolongkan kepada ummat yang termulia (Asyrafa al-Ummah) ـــ hal ini berladaskan hadist nabi “sebaik baik ummat diantara kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan