apa itu qiraah asyarah sugra dan kubra?

Bismillah...
    Pada masa kekhalifaan Usman bin Affan periwayatan al-Qur’an dengan berbagai ragam bacaan nya telah menemukan titik terang nya pasca ditetapkan nya tiga kaidah baku yang telah ditetapkan oleh khalifah dan para tim penulis wahyu, terlebih saat beliau kembali memerintahkan para ulama delegasi beliau diutus kembali ke amsar, baca: tujuh kota pusat perkembangan islam. Ditangan para delegasi inilah kemudian lahirlah para imam qiraat sepuluh yang sampai pada kita hari ini, dimana dari kesepuluh imam tersebut terdapat dua murid yang masyhur dikalangan para ahlulqurra pada masa itu yang kemudian meriwayatkan dan kemudian memberikan kaidah bacaan yang mereka dapatkan dari gurunya, diantara mereka ada yang berguru secara langsung dan juga diantara mereka ada yang berguru melalui perantara, inilah yang disebut dengan periwayatan bil washitah. Penetapan para perawi ini berdasarkan kredibilitas dan juga kemasyhuran para perawi nya, sehigga jika dijumlahkan secara keseluruhan ada dua puluh perawi dari sepuluh imam.
    Pada masa-masa setelah nya para perawi ini juga memiliki masing-masing dua perawi lagi (beberapa diantara nya bahkan ada yang lebih), sehingga jika dijumlahkan keseluruhan nya maka terdapat kurang lebih delapan puluh perawi, dari para perawi inilah bacaan al-Qur’an yang sampai pada kita hari ini.
    Pada zaman para perawi-perawi tersebut belum ada yang menjadikan qiraah al-Qur’an sebagai sebuah fan ilmu yang dapat dipelajari, sehingga pada masa itu bacaan al-Qur’an murni didapatkan dari proses transmisi jalur periwayatan saja atau talaqqi. Baru kemudian setelah masuk nya masa imam ibnu mujahid beliau kemudian mengumpulkan kaidah-kaidah bacaan para perawi tersebut yang kemudian beliau tulisakan dalam sebuah kitab yang dinamai dengan kitab “as-Sab’ah”, kitab ini berisi kaidah-kaidah qiraah dari tujuh imam beserta dua perawi nya saja yang dianggap masyhur oleh beliau, sehingga kitab “as-Sab’ah” ini banyak dikritik oleh para ulama qurra baik dimasa beliau ataupun dimasa setelah nya, hal tersebut dikarenakan beliau hanya memasukkan tujuh imam saja tanpa memasukkan tiga sisa nya padahal ketiga imam nya lagi juga masyhur dikalangan para ahlulqurra pada masa itu. Akan tetapi dengan keberkahan kitab tersebut mulailah lahir berbagai karangan-karangan kitab qiraah baik untuk melengkapi kitab tersebut ataupun mengikuti manhaj dari imam ibnu mujahid sendiri. selengkapnya baca disini.
    Diantara para ulama yang mengikuti manhaj beliau adalah imam ad-Dani dimana beliau menulis kitab yang berjudul “at-Taisir” yang juga hanya membahas kaidah dari tujuh imam beserta dua perwinya saja. Dari kitab imam ad-Dani ini kemudian dinadzamkan oleh imam as-Syatibi dalam bentuk bait syiir agar lebih mudah untuk dihafalkan dan dikaji, bait-bait yang disusun oleh imam syatibi tersebut masyhur kita kenal dengan matan as-Syatibiyyah.
    Setelah masa imam as-Syatibi lahirlah imam Ibn al-Jazari, pada masa imam Ibn al-Jazari beliau menulis kitab “tahbiru at-Taisir” kitab ini membahas sepuluh kaidah qiraah para imam qiraat beserta dua perawinya. Diantara tujuan beliau menuliskan kitab ini adalah untuk menyaggah pandangan bahwa qiraah al-Qur’an hanya ada tujuh qiraah saja, dalam artian imam ibn al-Jazari termasuk ulama yang kontra mengenai pandangan imam ibnu Mujahid dalam pengklasifikasian qiraah nya yang kemudian dinuqilkan oleh imam ad-Dani dan imam as-Syatibi. Dari kitab tahbir at-Taisir ini kemudian beliau menadzamkan tiga kaidah imam qiraah beserta dua rawinya saja untuk melengkapi mandzumah pada matan syatibiyyah nya imam as-Syatibi yang dimana dalam penulisan nya mengikuti manhaj imam as-Syatibi yang kemudian diberi nama matan ad-Durrah. Dari gabungan kedua matan inilah matan Syatibiyyah dan ad-Durrah yang kemudian diistilahkan oleh para ulama sebagai asyarah Sugrah, penamaan sugra dikarenakan manhaj dalam penulisan kedua matan tersebut hanya mencangkup dua rawi saja dari masing-masing imam.   
    
    Masih pada masa imam ibn al-jazari beliau juga menulis kitab yang juga membahas kaidah qiraah asyarah yang diberi judul “Nasyr al-Qiraat al-Asyr”, beda nya dalam kitab ini beliau meneliti dan mengumpulkan seluruh isnad dan perawi-perawi nya baik dari ketujuh imam ataupun dari tiga sisa nya bahkan baik dari perawi yang masyhur atapun tidak selama tidak menyalahi tiga kaidah pokok yang ditetapkan pada masa khalifah usman juga dimasukkan kedalam kitab ini. oleh karena itu para ulama memberikan istilah qirah asyarah Kubra pada jalur imam ibn Jazari ini. Dalam kitab ini juga beliau membantah pandangan para ulama qurra pada masa sebelum nya mengenai qiraah yang mutawatir ada tujuh saja (qiraah sab’ah), maka dari itu dalam kitab ini beliau memaparkan isnad ketiga imam sisa nya yang juga tergolong qiraah yang mutawatir dikarenakan ketiga imam tersebut merupakan guru diantara para imam tujuh tersebut sehingga tidak mungkin dikatakan bacaan seorang murid mutawatir sedang bacaan guru nya tidak mutawatir. Dari sinilah kemudian setelah kemunculan kitab imam ibn al-Jazari ini para ulama qurra kemudian bersepakat bahwa qiraah yang mutawatir terdapat sepuluh qiraah tidak hanya tujuh qiraah saja. 
    Untuk memudahkan dalam memahami kitab “Nasyr al-Qiraat al-Asyr” ini, imam ibn al-Jazari menulis sebuah kitab yang berjudul “taqribu an-Nasyr” dan untuk lebih mempermudah lagi bagi para murid nya dan generasi setelah nya beliau kemudian menadzamkan nya dalam bentuk bait syiir dengan judul kitab “thayyibah an-Nasyr”. 
 
Wallahu ‘Alam.
Mohammed Miraj
Darrasah, 28 February 2022.
 

 

Komentar