Langsung ke konten utama

RASM USMANI BAGIAN 3


Bismillah…

Permasalahan-permasalahan dalam Rasm usmani tidak terhenti setelah ditetapkan nya kaidah-kaidah penulisan nya era khalifah Usman bin Affan, meski demikian, hal itu menjadi sebuah batu loncatan yang sangat besar dalam sejarah al-Qur’an dimana kaidah yang ditetapkan menjadikan keotentikan al-Qur’an begitu terjaga dari ragam nya bantahan terhadap nya, hingga pada era nya pun rasm yang menyalahi kaidah rasm usmani dilenyapkan.

Pelenyapan manuskrip-manuskrip tersebut pun juga tidak serta merta menghilangkan atsar-atsar penulisan rasm selain dari yang telah ditetapkan, karena pelenyapan nya hanya pada manuskrip yang tersebar saja, adapun mushaf-mushaf “pribadi” yang ditulis oleh beberapa sahabat masih terjaga, sehingga dari sinilah awal mula muncul nya istilah qiraah “syadz” dalam qiraat al-Qur’an, singkat nya kemunculan istilah ini dikarenakan penulisan rasm dalam qiraah syadz menyalahi mushaf “al-Imam” (yaitu salah satu ragam mushaf yang ditulis dengan rasm usmani yang dipegang oleh khalifah usman) dan mushaf yang lain yang telah ditulis dengan kaidah rasm usmani. Adapun perbedaan mushaf “al-Imam” dan mushaf yang ditulis oleh para sahabat adalah bahwa mushaf “al-Imam” telah tersusun rapi diantara dua sampul “baina daffatain”, -istilah “baina daffatain” sendiri tidak kita temukan sebelum era khalifah Abu Bakr- dan mushaf para sahabat hanya tersusun dari lembaran-lembaran ayat, dan surah-surah al-Qur’an saja yang mereka sebut juga dengan istilah mushaf (dari sinilah istilah mushaf muncul).

Sebagai satu contoh dari sekian contoh mushaf yang tercatat dalam sejarah al-Qur’an sebagai mushaf yang tidak sesuai dengan rasm ustmani adalah mushaf yang dipegang/ditulis oleh sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud, padahal telah kita ketahui bersama bahwa beliau  termasuk salah satu sahabat yang memiliki andil besar dalam sejarah penulisan dan periwayatan al-Qur’an yang kita pegang saat ini -al-Qur’an dengan ragam qiraat nya yang telah diriwayatkan secara mutawatir, dilain sisi sejarah juga mencatat bahwa beliau juga memiliki mushaf “pribadi” yang ditulis secara individu yang tidak sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Rasulullah Saw. Namun penulisan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk mengatakan bahwa penulisan rasm al-Qur’an berlandaskan ijtihad para sahabat dan juga tidak dapat dijadikan sebagai alasan bahwa al-Qur’an tidaklah mutawatir transmisi sanad nya dari segi rasm nya karena adanya campur tangan sahabat dalam penetapan nya. Hal tersebut dikarenakan penulisan tersebut ditulis tidak dengan tujuan akan dijadikan nya sebagai mushaf yang akan dijadikan sebagai tolak ukur penulisan lalu kemudian disebar keberbagai penjuru, melainkan penulisan tersebut bertujuan sebagai mushaf penafsiran -yang bersifat pribadi dan penafsiran berdasarkan ijtihad sahabat- terhadap mushaf-mushaf yang telah disepakati Rasm nya, maka dari itu perbedaan-perbedaan yang ada pada mushaf beliau adalah perbedaan secara lafadz saja, akan tetapi makna dan kandungan nya tidak menyalahi isi kandungan al-Qur’an, mushaf inilah yang masyhur dikenal dengan mushaf “tafsiriyyah” atau qiraah “tafsiriyyah”. 

Satu hal yang perlu kita ketahui bersama adalah qiraah atau bacaan tafsiriyyah ini tidak lah dapat disebut sebagai mushaf al-Qur’an karena telah menyalahi kaidah yang telah ditetapkan dan juga karena isi kandungan nya secara lafadz sudah tidak orisinil lagi sebagai al-Qur’an, melainkan telah tercampur dengan berbagai penafsiran sahabat didalam nya.  

Ragam nya perbedaan mushaf diantara kalangan sahabat dan mushaf al-Imam ini, tidak berdampak muncul nya mushaf-mushaf yang serupa, hal itu dikarenakan perbedaan yang terjadi hanyalah perbedaan pada beberapa bagian saja dan kesamaan nya terhadap mushaf al-Imam lebih banyak. Dan juga hal tersebut tidak lah menjadi sebuah permasalahan dalam sejarah al-Qur’an, melainkan membuka dan menambah wawasan baru terhadap istilah“syadz” baik dalam ranah qiraah bacaan, maupun dalam rana penulisan rasm al-Qur’an. 

Wallahu ‘alam

Ansiyyah, 19 juli 2021

Reference:

-       Muhammad Abdul Adzim az-Zarqani, manahil al-‘Irfan, kairo: Dar Ibn Hazm, cet: kedua, 2017.

-       Amani binti Muhammad ‘Asyur, as-Sabtu, Iskandaria: Dar al-‘Alamiah li an-Nasyr wa at-Tauzi’, cet: pertama, 2020.

-       Abdussabur Syahin, tarikh al-Qur’an, Giza: Dar Nahdah Misr, cet: kelima, 2015.

 

 

 

 

 

     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

apa itu qiraah asyarah sugra dan kubra?

Bismillah...      Pada masa kekhalifaan Usman bin Affan periwayatan al-Qur’an dengan berbagai ragam bacaan nya telah menemukan titik terang nya pasca ditetapkan nya tiga kaidah baku yang telah ditetapkan oleh khalifah dan para tim penulis wahyu, terlebih saat beliau kembali memerintahkan para ulama delegasi beliau diutus kembali ke amsar,  baca: tujuh kota pusat perkembangan islam.   Ditangan para delegasi inilah kemudian lahirlah para imam qiraat sepuluh yang sampai pada kita hari ini, dimana dari kesepuluh imam tersebut terdapat dua murid yang masyhur dikalangan para ahlulqurra pada masa itu yang kemudian meriwayatkan dan kemudian memberikan kaidah bacaan yang mereka dapatkan dari gurunya, diantara mereka ada yang berguru secara langsung dan juga diantara mereka ada yang berguru melalui perantara, inilah yang disebut dengan periwayatan   bil washitah.  Penetapan para perawi ini berdasarkan kredibilitas dan juga kemasyhuran para perawi nya, sehigga jika dijumlahkan secara keseluruhan

Pembagian al-Qur'an menjadi beberapa Juz, Hizb, & Ruku'

Bismillah… Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw. Dengan berbagai kemukjizatan yang tersaji didalam nya baik dari segi uslub, bahasa, hingga  sastra, tak membuat para ulama cendikiawan berhenti dalam penelitian nya mengkaji al-Qur’an. Hingga pada tulisan kali ini kita akan sedikit membahas mengenai pembagian al-Qur’an menjadi beberapa bagian seperti pembagian yang kita kenal dengan istilah Juz, Hizb, ataupun Rubu’, dan Ruku’. Pada masa Rasulullah sendiri, pembagian-pembagian yang telah kita sebutkan belum ada pada masa itu, sehingga dalam beberapa Riwayat seperti pada Riwayat Aus ibn Hudzaifah dikatakan bahwa para sahabat membagi al-Qur’an menjadi tujuh bagian. Bagian yang  pertama  terbagi menjadi tiga surah, yaitu al-Baqarah, ali Imran, dan an-Nisa. Bagian  kedua  terbagi menjadi lima surah, yaitu al-Maidah, al-An’am, al-‘Araf, al-Anfal, dan at-Taubah. Bagian  ketiga  terbagi menjadi lima surah, yaitu Yunus, Hud, Yusuf, ar-Ra’d, Ibrahim, al

RASM USTMANI BAGIAN 2

  Bismillah… Telah kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an memiliki sejarah yang sangat Panjang baik dari segi bacaan  (qiraat)  nya, Penulisan  (rasm)  nya, dan juga pemahaman  (tafsir)  nya  yang berkembang dari masa kemasa tidak membuat kitab suci al-Qur’an diragukan lagi dari segi keotentikan nya berkat penjagaan yang dijaga langsung oleh Allah Swt, sebagai mana didalam al-Qur’an sendiri dikatakan hal yang demikian,  baca: QS. Al-Hijr 9 . Penjagaan ini merupakan bagian dari kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Pada tulisan yang lalu penulis telah memaparkan sejarah penulisan dan dabt al-Qur’an secara ringkas dalam beberapa fase, pada tulisan kali ini penulis akan menguraikan secara rinci mengenai sejarah penulisan al-Qur’an tersebut. literasi masyarakat arab Cukup masyhur kita ketahui bersama bahwa bangsa arab terdahu tidaklah mengetahui tulis menulis,  baca: Ummi.   Hal ini disebabkan kemampuan yang Allah berikan kepada mereka cukup kuat untuk menghafalkan dan memahami apa-apa yang me