Langsung ke konten utama

SEJARAH RASM USTMANI BAGIAN 1 DAN KORELASI NYA TERHADAP ILMU QIRAAT & ILMU NAHWU

Maulana Ust Nadir Rahimahullah (pakar kaligrafi al-Qur'an).
Guru penulis  

Bismillah..

Para ahli sejarah sepakat bahwa penulisan al-Qur’an dari masa kenabian hingga masa penyebaran al-Qur’an keberbagai penjuru amsar tertulis tanpa adanya harakat maupun titik atau lebih dikenal dalam istilah ilmu rasm ustmani dengan "dhabt al-Qur'an" yang membedakan antara huruf yang satu dengan huruf yang lain nya, hal tersebut tidak hanya pada penulisan al-Qur’an namun juga terjadi pada aktifitas literasi mereka yang nihil dari pemberian harakat maupun titik. hal ini tidak menjadi masalah karena peranan kemampuan literasi bahasa arab yang kuat saat itu sehingga kecil kemungkinan terjadi nya lahn (baca: kesalahan dalam membaca al-Qur’an) dalam membaca kitab suci al-Qur’an maupun dalam tulis menulis.

Akan tetapi ketika penyebaran islam sudah masuk pada umat non arab (a’jam) maka perlahan bacaan al-Qur’an pun mulai mengalami perubahan baik dari segi dialeg arab, lahjah, bahkan dari segi harakat huruf nya (‘ujmah), hal ini terjadi karena ketidaktauhan dan tidakpahaman terhadap bahasa arab yang tentu nya bukan merupakan bahasa “ummi” nya.  Sehingga “wabah lahn”  pun kian marak terjadi dikalangan ummat islam non arab.

Yang menjadi kekhawatiran terbesar "wabah lahn" tersebut adalah tentunya berdampak erat dengan subtansi kandungan ayat dalam al-Qur’an sehingga akan salah dalam memahami isi kandungan nya. Dari sinilah yang menjadi cikal bakal lahir nya berbagai disiplin-disiplin ilmu seperti ilmu nahwu, tajwid, termasuk yang penulis akan bahas pada artikel kali ini yaitu Rasm Ustmani.

Rasm ustmani adalah sebuah pola penulisan yang dimana peletakan pola kaidah penulisan tersebut terjadi pada masa khalifah Ustman bin Affan, sehingga kata ustmani pun dinisbatkan dalam penamaan nya. Peletakan pola kaidah yang dimaksud adalah bukan berarti pada masa itu khalifah dan tim kodifikasi al-Qur’an membuat pola penulisan baru yang tidak berlandaskan penulisan dari masa kodifikasi khalifah Abu Bakr as-Shiddiq, melainkan yang dimaksud adalah peletakan kaidah penulisan yang dihasilkan dari kajian telisik manuskrip wahyu yang diwarisi dari masa khalifah Abu Bakr as-Shiddiq yang kemudian menghasilkan salinan mushaf baru -yang tidak ada perbedaan dari bentuk tulisan dari masa khalifah Abu Bakr- dengan spesifikasi tulisan yang berbeda dari penulisan sebelum nya. (Baca: kodifikasi al-Qur'an bagian 1, bagian 2, bagian 3 yang lalu)

Salah satu diantara faidah peletakan kaidah tersebut adalah guna menjaga kitab suci al-Qur’an dari segi keotentikan manuskrip nya dan juga menjaga aujuh qiraat bacaan nya, sehingga dari sinilah cikal bakal klasifikasi qiraat al-Qur'an dalam beberapa ragam. (baca: klasifikasi qiraah al-Qur'an) 

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa mushaf ustmani dimasa khalifah Usman bin Affan masih terlepas dari harakat dan titik, lalu kemudian pemberian harakat dan titik tersebut terjadi dalam beberapa fase setelah masa kodifikasi khalifah Ustman bin Affan.

Fase pertama terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib (masa-masa perkembangan islam) dimana beliau memerintahkan seorang ahli bahasa Abu al-Aswad ad-Du’ali untuk merumuskan sebuah tanda agar ummat muslim non arab saat itu terhindar dari lahn. Pada masa awal ini Abu al-Aswad ad-Du’ali hanya memberikan tanda i’rab kalimat saja pada setiap akhir kata dengan titik sebagai tanda harakat. Pada masa ini pula lah cikal bakal lahir nya ilmu nahwu dimana ketika itu beliau Abu Aswad ad-Du’ali mendengar seseorang membaca al-Qur’an -pada surah at-Taubah 3“annallah bariiun minal musyrikina wa rasulihi” yang seharus nya dibaca dengan “wa rasuluhu”- dengan i’rab kalimat yang salah, dimana dengan kesalahan tersebut menyebabkan kerusakan pada makna ayat. Maka dari itu ketika beliau diberi amanah dalam pen dhabth an (baca: pemberian harakat dan titik) al-Qur’an, beliau pun berfokus pada i’rab akhir kalimat al-Qur’an. Namun hal tersebut tidak begitu efektif dalam mengatasi “wabah lahn” tersebut.  

Sehinga kemudian berlanjut pada fase kedua (tahun 80 Hijriah) yaitu pada masa dinasti Umayyah dibawah kepemipinan khalifah Abdul Malik bin Marwan dimana pada masa ini perkembangan islam sangat pesat hingga ke berbagai penjuru dunia sehingga beliau berinisiatif dan memerintahkan pakar bahasa saat itu yaitu Nasr bin ‘Ashim dan Yahya bin Ya’mar agar memberikan sebuah tanda pada setiap huruf al-Qur’an sehingga dapat dibedakan antara huruf yang satu dengan yang lain nya seperti pada huruf ba’ ta’ tsa’ jim, syin dan selain nya yang memiliki bentuk yan sama. Semuanya dilakukan agar lebih mempermudah lagi dan menghilangkan lahn  dalam membaca al-Qur’an. Lalu kemudian Abu As’ad ad-Du’ali kembali memberikan masukan dan memberikan tanda berupa titik ditengah dan awal kata sebagai tanda harakat. Adapun peletakan titik pada awal huruf sebagai alamat tanda fathah, dan titik pada akhir huruf sebagai alamat tanda dhammah, dan titik dibawah awal huruf sebagai alamat tanda kasrah.

Pada fase ketiga berikut nya pada masa Dinasti Abbasiyah pen dhabt an harakat al-Qur’an tidak lagi berupa titik pada awal, tengah dan akhir huruf, melainkan dengan pemberian garis lurus diatas (َ) huruf sebagai tanda fathah, dan garis lurus dibawah (ِ) huruf sebagai tanda kasrah, dan huruf waw kecil diatas huruf (ُ) sebagai tanda dhammah dan adapun untuk alamat tanwin diberi tanda yang sama pada setiap huruf (ً ٍ ٌ) dan tanda-tanda yang lain. Pemberian pola dhabt al-Qur’an  seperti ini mengacu pada imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi, dengan pola ini pula lah yang ditetapkan oleh khalifah sebagai pola yang resmi dalam penulisan mushaf yang berlaku hingga hari ini.        

Allahu ‘alam.

Bathniyyah, 11 Apr. 21

 

Referensi :

-       Muhammad ad-Dasuuki Amiin Kahilah, an-Nukatu al-Hisan, Kairo: Dar al-Salam, cet: pertama, 2018

-       Muhammad Abdul Adzim az-Zarqani, Manahilu al-‘Irfan fi Ulumi al-Qur’an, Beirut: Dar ibnu Hazm, cet: kedua, 2017

-       Abu Amr Ustman bin Sa’id ad-Dani, al-Muhkam fi Naqti al-Mashahifi, Damaskus: Dar al-Fikr, cet: kedua, 1997

  

    

   

 

   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

apa itu qiraah asyarah sugra dan kubra?

Bismillah...      Pada masa kekhalifaan Usman bin Affan periwayatan al-Qur’an dengan berbagai ragam bacaan nya telah menemukan titik terang nya pasca ditetapkan nya tiga kaidah baku yang telah ditetapkan oleh khalifah dan para tim penulis wahyu, terlebih saat beliau kembali memerintahkan para ulama delegasi beliau diutus kembali ke amsar,  baca: tujuh kota pusat perkembangan islam.   Ditangan para delegasi inilah kemudian lahirlah para imam qiraat sepuluh yang sampai pada kita hari ini, dimana dari kesepuluh imam tersebut terdapat dua murid yang masyhur dikalangan para ahlulqurra pada masa itu yang kemudian meriwayatkan dan kemudian memberikan kaidah bacaan yang mereka dapatkan dari gurunya, diantara mereka ada yang berguru secara langsung dan juga diantara mereka ada yang berguru melalui perantara, inilah yang disebut dengan periwayatan   bil washitah.  Penetapan para perawi ini berdasarkan kredibilitas dan juga kemasyhuran para perawi nya, sehigga jika dijumlahkan secara keseluruhan

Pembagian al-Qur'an menjadi beberapa Juz, Hizb, & Ruku'

Bismillah… Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Saw. Dengan berbagai kemukjizatan yang tersaji didalam nya baik dari segi uslub, bahasa, hingga  sastra, tak membuat para ulama cendikiawan berhenti dalam penelitian nya mengkaji al-Qur’an. Hingga pada tulisan kali ini kita akan sedikit membahas mengenai pembagian al-Qur’an menjadi beberapa bagian seperti pembagian yang kita kenal dengan istilah Juz, Hizb, ataupun Rubu’, dan Ruku’. Pada masa Rasulullah sendiri, pembagian-pembagian yang telah kita sebutkan belum ada pada masa itu, sehingga dalam beberapa Riwayat seperti pada Riwayat Aus ibn Hudzaifah dikatakan bahwa para sahabat membagi al-Qur’an menjadi tujuh bagian. Bagian yang  pertama  terbagi menjadi tiga surah, yaitu al-Baqarah, ali Imran, dan an-Nisa. Bagian  kedua  terbagi menjadi lima surah, yaitu al-Maidah, al-An’am, al-‘Araf, al-Anfal, dan at-Taubah. Bagian  ketiga  terbagi menjadi lima surah, yaitu Yunus, Hud, Yusuf, ar-Ra’d, Ibrahim, al

RASM USTMANI BAGIAN 2

  Bismillah… Telah kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an memiliki sejarah yang sangat Panjang baik dari segi bacaan  (qiraat)  nya, Penulisan  (rasm)  nya, dan juga pemahaman  (tafsir)  nya  yang berkembang dari masa kemasa tidak membuat kitab suci al-Qur’an diragukan lagi dari segi keotentikan nya berkat penjagaan yang dijaga langsung oleh Allah Swt, sebagai mana didalam al-Qur’an sendiri dikatakan hal yang demikian,  baca: QS. Al-Hijr 9 . Penjagaan ini merupakan bagian dari kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Pada tulisan yang lalu penulis telah memaparkan sejarah penulisan dan dabt al-Qur’an secara ringkas dalam beberapa fase, pada tulisan kali ini penulis akan menguraikan secara rinci mengenai sejarah penulisan al-Qur’an tersebut. literasi masyarakat arab Cukup masyhur kita ketahui bersama bahwa bangsa arab terdahu tidaklah mengetahui tulis menulis,  baca: Ummi.   Hal ini disebabkan kemampuan yang Allah berikan kepada mereka cukup kuat untuk menghafalkan dan memahami apa-apa yang me