QIRAAT AL-QUR'AN DIMASA RASULULLAH SAW DAN SAHABAT RA BAGIAN I

Bismillah...

Al-Qur’an merupakan satu dari beberapa kitab suci yang telah diturunkan Allah kepada rasul-rasul sebelum nya, ia merupakan kitab suci yang bila dari berbagai aspek nya sangat sempurna dan penuh dengan berbagai mukjizat. Pengkajian terhadap nya tidak berhenti sepeninggal Rasulullah Saw. akan tetapi terus berlajut hingga hari akhir kelak. beberapa diantara aspek pembahasan al-Qur’an yang hingga hari ini masih dikaji adalah yaitu metode pengumpulan naskah al-Qur’an itu sendiri, cara pelafalan nya dan juga metode penulisan nya dimasa Rasulullah saw hingga masa-masa sepeninggal beliau.     

Jika kita kembali membuka lembaran sejarah yang tertuang pada kitab-kitab ulum al-Qur’an, disana kita dapat jumpai bahwa al-Qur’an sejak masa diwahyukan nya kepada Rasulullah Saw saat itu juga beliau memerintahkan sahabat yang hadir bersama beliau saat itu agar menghafalkan dan melafalkan nya lalu kemudian menulis nya di berbagai media tulis saat itu dihadapan Rasulullah Saw. hal ini sesuai dengan firman Allah “sesungguhnya kami lah yang menurunkan al-Qur’an/sunnah dan kami jugalah yang menjaga nya". Dari ayat ini lah para ulama berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan oleh Allah swt telah terjaga keotentikan seluruh aspek bahasan nya sejak ia wahyukan kepada Rasulullah Saw.

Adapun penulisan al-Qur’an yang diperintah kan oleh Rasulullah saw adalah merupakan wahyu dari Allah sebagai upaya menjaga keotentikan nya baik dari pelafalan nya (qiraat) ataupun penulisan nya (rasm). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Rasulullah saw menjaga keotentikan al-Qur’an dengan dua cara. Yaitu, dengan menghafalkan nya dan juga memerintahkan sahabat untuk menuliskan nya. Maka dari itu al-Qur’an telah sempurna penulisan nya  sejak masa Rasulullah Saw. Akan tetapi pada masa itu al-Qur’an belum dikumpulkan naskah penulisan nya dan pengklasifikasian qiraat bacaan nya sebagaimana sebuah mushaf yang tersusun saat ini dikarenakan diantara mereka merasa cukup dengan menghafalkan nya dan juga Rasulullah belum memerintahkan hal tersebut karena beberapa ayat masih dinasikh dan juga pewahyuan al-Qur’an masih terus berlangsung.

Dari sini mungkin akan timbul pertanyaan, selain karena diwahyukan untuk memerintahkan sahabat dalam penulisan nya, apa landasan lain Rasulullah Saw memerintahkan penulisan tersebut? Beberapa landasan perintah tersebut adalah yang pertama dikhawatirkan hilang nya sesuatu dari al-Qur’an karena lupa atau pun orang yang menghafalkan nya meninggal dunia, karena sesuatu yang ditulis tidak mungkin hilang dengan dua hal tersebut, kedua adalah agar wahyu tersebut tersampaikan kepada para sahabat atau -generasi setelahnya- yang tidak hadir pada saat wahyu itu diturunkan ataupun ditulis (terlebih pada ayat dengan ragam qiraat nya), yang ketiga adalah sebagai penguat keotentikan nya bahwa al-Qur’an sangat terjaga baik secara pelafalan dan juga secara penulisan. Lalu bagaimana dengan pelafalan nya? Ya, Rasulullah saw membacakan nya dengan ragam bacaan nya, hal itu diketahui dari naskah al-Qur’an yang ditulis para sahabat dihadapan Rasulullah Saw saat itu tertulis dengan harf as-Sab’ah.

Sepeninggal Rasulullah Saw sejarah kodifikasi al-Qur’an tidak terhenti sampai disitu. Kepemimpinan setelah beliau dilanjutkan oleh sahabat Abu bakar as-Shiddiq, segala urusan ummat dan negara diurusi oleh beliau, termasuk diantara nya penjagaan terhadap keotentikan kitab suci al-Qur’an. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa pada zaman khalifah Abu bakr as-Shiddiq telah terjadi sebuah peperangan yang yang banyak menelan korban jiwa mereka diantara nya adalah banyak dari kalangan para Huffadz (para penghafal al-Qur’an), sehingga hal tersebut menjadi kekhawatiran -akan berpengaruh terhadap upaya penjagaan al-Qur’an- sahabat Hudzaifah Ra, lalu kemudian beliau menyampaikan kekhawatiran kematian para huffadz tersebut kepada sahabat Umar bin Khattab, dan kemudian menyampaikan nya kepada khalifah Abu Bakr, khalifah pun memerintahkan beberapa sahabat penulis wahyu dimasa Rasulullah Saw, satu diantara nya adalah sahabat Zaid bin Tsabit. Awal nya beliau menolak, akan tetapi beliau berkenan berkat bujukan dari khalifah Abu Bakr dan Umar bin khattab dan juga beliau memberikan syarat yang menjadi ketentuan dalam penyalinan lembaran naskah-naskah al-Qur’an yang telah ditulis pada zaman Rasulullah Saw. Syarat tersebut adalah beliau mengharuskan setiap naskah yang dihadirkan agar menyertakan dua orang saksi yang menyaksikan langsung penulisan naskah tersebut dihadapan Rasulullah Saw, pendapat lain mengatakan menghadirkan bukti hafalan dan penulisan dari ayat tersebut.

Dan dalam tahap penyalinan tersebut, beberapa naskah yang ditulis oleh para sahabat tidak dihadapan Rasulullah Saw dan juga beberapa riwayat bacaan yang tidak diriwayatkan secara mutawatir (Qiraah Syadz) ditolak oleh sahabat zaid bin Tsabit, dan tidak dimasukkan kedalam penyalinan mushaf. Hingga penulisan tersebut selesai, mushaf tersebut pun berpindah tangan dari tangan khalifah Abu bakr ke pada khalifah Umar bin Khattab lalu sepeninggal beliau disimpan dan dijaga oleh putri nya hingga masa kodifikasi selanjutnya pada masa khalifah Ustman bin Affan mushaf tersebut kembali disalin ulang karena beberapa faktor yang timbul saat itu. 

Kairo, Darrasah.

Jum’at, 29 Jan. 2021


Komentar