Bismillah..
Ketika penyebaran islam sudah masuk pada kaum non arab, pelafalan
dan pengkajian ayat ayat suci al-Quran mengalami pergeseran dalam pengucapan
nya, oleh karena itu para ulama kemudian memulai dengan merumuskan beberapa
kaidah untuk mempermudah dalam pengkajian nya terlebih dalam pelafalan nya.
Ilmu tajwid dalam sejarah nya sudah ada sejak al-Quran diwahyukan
pertama kali oleh Rasulullah Saw, sebagaimana dalam al-Quran (al-Muzzammil : 4)
diperintahkan “bacalah al-Quran dengan tartil”, para ahlulqurra memaknai
kata tartil pada ayat tersebut dengan membaguskan bacaan setiap huruf nya atau
memberikan semua hak dan sifat sifat huruf yang terdapat pada bacaan al-Quran.
Sehingga dari perintah tersebutlah Rasulullah Saw kemudian mengajarkan dan
memerintahkan kepada para sahabat agar membacanya sesuai apa yang beliau baca
kepada malaikat Jibril As. (Baca: hukum membaca al-Quran dengan dan tanpaTajwid). Adapun pada generasi sahabat hingga pada periode penulisan ilmu tajwid
secara spesifik, mereka memperaktikkan bacaan tajwid dengan menuqilkan langsung
kepada guru guru mereka. inilah yang disebut dengan istilah Musyafahah, metode ini menjadi metode paling utama dalam pembelajaran ilmu tajwid hingga hari ini.
Dilain sisi hadist hadist yang membahas tentang kemunculan ilmu
tajwid sangat memliki kaitan erat dengan dua keilmuan. Yaitu, ilmu Qiraat
al-Quran dan juga ilmu bahasa Arab. Karena perbedaan pelafalan dan bacaan dari kedua ilmu inilah menjadi sebab dan menjadi landasan pokok para ulama terdahulu merumuskan kaidah cara baca al-Quran dengan
baik dan benar. Maka dari itu kemunculan ilmu tajwid sangat erat dengan
perkembangan kedua ilmu tersebut. Disini penulis akan membahas perkembangan dan
kemunculan kedua ilmu tersebut dan kaitan nya terhadap kemunculan ilmu tajwid
kala itu.
Pertama, priode masa
kenabian. Masa ini menjadi masa dimana kajian dan pembukuan ilmu pengetahuan
-terutama ilmu syariat- dijadikan sebagai landasan pokok dalam pencetusan nya.
Lalu kemudian sampai kepada muncul nya masa pengkajian ilmu bahasa Arab dan
ilmu Qiraat al-Quran pada tahun kedua hijriah juga disandarkan pada priode kenabian.
Pada masa tersebut, pembelajaran dan pengkajian ilmu qiraat al-Quran dan bahasa
arab semua disandarkan pada Rasulullah Saw baik secara syafawi ataupun talaqqi
langsung kepada baginda Nabi. Pada masa itu juga Rasulullah Saw memiliki
tanggup jawab penuh terhadap perkembangan dakwah dan penyebaran agama islam
diberbagai penjuru dan juga segala urusan ummat. Maka dari itu kemudain beliau
mengajarkan al-Quran kepada para sahabat menghafalkan dan juga mengkajikan isi
kandungan nya, sebagaimana dalam sebuah hadist beliau bersabda “bacalah
sesuai dengan apa yang telah kuajaran kepada kalian”. Hal itu terus
berlanjut hingga sepeninggal Rasulullah Saw. Hingga masuk ke masa para
ahlulqurra dari kalangan Tabi’tabiin dimana mereka belajar dan mengkaji
al-Quran dari tangan para sahabat Ra.
Pada masa periode kenabian ini, bacaan al-Quran sangat bergantung
pada kemampuan bahasa yang dimiliki oleh para sahabat yang didapatkan dari
generasi sebelum mereka, maka dari itu setelah islam datang Allah kemudian
memberikan keringanan terhadap mereka dalam membaca al-Quran menyesuaikan
dengan kultur bahasa yang mereka miliki. (Baca: Hikmah perbedaan Qiraat al-Qur’an).
Kedua, periode masa
penulisan dan penetapan kaidah pengucapan yang dituangkan dalam kitab-kitab
kaidah bahasa, dan qiraat al-Qurani. Pada masa ini para ahli bahasa dan qiraat mulai menetapkan kaidah secara objektif baik dibidang bahasa maupun qiraat -akan tetapi pembahasan kaidah ilmu tajwid belum ditulis secara spesifik- satu diantara nya adalah imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Setelah ditetapkan kaidah dan penulisan
nya, nuskhah dari kitab kitab tersebut kemudian disebar luaskan ke
khalayak agar dijadikan sebagai rujukan dalam pengkajian kedua ilmu tersebut. Adapun dari ilmu bahasa karangan pertama yang
masyhur kita ketahui adalah “Al-Kitab” dari Imam Sibawaihi yang berguru
kepada imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi -maka dari itu beberapa pendapat
mengatakan bahwa peletak kaidah ilmu tajwid adalah imam Khalil lalu kemudian beberapa
oleh imam Sibawaihi- dan juga banyak berguru kepada para imam imam lughah, pun
kepada para imam imam qiraat termasuk didalam nya kepada imam Abu ‘Amr
al-Basrah. (Baca: telisik biografi imam Abu Amr al-Basri). Pada kitab tersebut beliau membahas beberapa hal tentang kaidah ilmu
tajwid seperti pembahasan tentang makharij al-Huruf dan sifat al-Huruf dan beberapa bahasan qiraat perbedaan aujuh
dan cara pengucapana nya. Adapun pada bidang ilmu qiraat -yang masyhur- adalah
karangan pertama dari imam Ibnu Mujahid dengan kitab “As-Sab’ah”, dalam
kitab tersebut juga membahas beberapa kaidah tajwid tapi belum dibahas secara
terperinci karena pada kitab tersebut lebih fokus pada pemahaman dan penjelasan
kaidah qiraat tujuh.
Ketiga, periode penulisan
secara khusus dan spesifik. Pada periode ini, para ulama ulama besar sudah memulai menulis
kitab kitab yang membahas secara tereperinci tentang ilmu tajwid. Diantara mereka
adalah Abu Muzahim al-Khaqani, beliau lah yang pertama kali menulis sebuah kitab
yang berisi bait bait yang membahas tentang ilmu tajwid. Kemunculan kitab ini
begitu masyhur dikalangan para ahlulqurra sehingga mendorong para ulama semasanya
maupun setelah nya juga ikut serta dalam menulis kitab kitab ilmu tajwid.
Wallahu
‘Alam
.
Kairo,
Darrasah
Senin, 23 November 2020
Referensi:
- Ghanim Qadduri al-Hamad, syarah al-Muqaddimah al-Jazariyyah, beirut: Dar al-Ghautsani li ad-Dirasati al-Quraniyyah, cet: kedua, 2017.
- Muhammad ad-Dasuuki Amiin Kahilah, an-Nuru wa al-Burhan fi ahkami tilawah al-Qur’an, Kairo: Maktabah aulad as-Syeikh li at-Turats, cet: pertama, 2012
- Athiyyah Qabil Nashr, ghayatu al-Murid fi ‘Ilmi al-Tajwid, Kairo: Dar- at-Taqwa, 2019
Yusril
BalasHapus