Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Ilmu Qiraat ?


Bismillah..
Al-Qur’an adalah kalamullah yang secara lafadz dan makna sangat terjaga dalam segi keotentikan nya  yang diturunkan dan disyariat kan kepada ummat manusia dengan berbagai bentuk gaya bacaan melalui perantara malaikat jibril dan diwahyukan kepada Rasulullah saw. Dari kitab inilah didalamnya memuat berbagai bidang ilmu dan hikmah, sebagaimana para ahli fiqh menjadikan nya sebagai sumber peng isbatan hukum hukum, dan para ahli bahasa menjadikan nya sumber rujukan kaidah kaidah bahasa, dan beberapa disiplin ilmu yang lain. Sehingga menuntun manusia untuk terus berjalan menuju jalan yang diridhahi Allah swt.
Pada bahasan sebelum nya penulis telah memaparkan metode penyampaian wahyu kepada malaikat jibril dan kepada Rasululllah menurut beberapa pandangan ulama (baca disini), pada tulisan kali ini penulis akan memaparkan sedikit bahasan metode pengajaran al-Qur’an pada masa sahabat radhiyAllahu ‘anhum.
Pada metode pengajaran nya sendiri, Rasulullah mengajarkan al-Qur’an baik secara lafadz bacaan qiraah maupun makna dengan membacakan dan menghafallkan nya dihadapan para sahabat lalu kemudian mereka mengikutinya dan juga menghafalkan nya, hal ini lebih dikenal dengan istilah Talaqqi dalam bentuk halaqah dimasjid pada saat itu, lalu kemudian para sahabat menyampaikan nya kepada keluaraga mereka dirumah masing masing. Selain dengan metode menghafal, Rasulullah juga mengajarkan al-Qur’an dengan metode penulisan wahyu yang ditulis keberbagai media seperti pelepah kurma, lembaran kulit, lempengan batu, dll. Diantara sahabat yang masyhur dalam penulisan wahyu kala itu adalah sahabat zaid bin tsabit, Ubay bin ka’ab, Ali bi Abi Thalib dan Muawiyah bin abi sufyan. Dalam riwayat imam hakim beliau mengatakan “kami pernah bersama Rasulullah saw dan menulis al-Qur’an di kulit-kulit”.
Untuk merangasang semangat para sahabat dalam mempelajari al-Qur’an, Rasulullah saw dalam beberapa hadist nya mengatakan “bahwa manusia yang terbaik diantara kamu adalah manusia yang mempalajari al-Qur’an dan juga mengajarkan nya”.
Dalam metode pengajaran nya sendiri Rasulullah tidak mewajibkan para sahabat untuk membaca al-Qur’an dengan seluruh ragam qiraah nya sebagaimana yang diakatakan imam ibnu jarir ath-thabari bahwa sesungguhnya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf itu tidak wajib bagi ummat, akan tetapi ia bersifat boleh dan memberikan keringananbagi mereka, hal ini sejalan dengan beberapa dari redaksi hadist yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda “sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf” maka bacalah huruf mana yang mudah menurut kebiasaan kalian”, dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab juga dikatakan “Sesungguhnya Allah memerintahkan membacakan al-Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf, huruf apa saja yang mereka gunakan dalam pembacaan Al Quran, maka mereka mendapatkan pahala”. Dengan demikian kekhawatiran para sahabat terhadap ummat yang akan berpecah belah karena ragam qiraah yang berbeda mejadi hilang.
Dalam perjalan nya, al-Qur’an beserta ragam qiraah nya sendiri telah mengalami proses kodifikasi dari masa kemasa. Kodifikasi pertama dilakukan pada masa khalifah abu bakar, dimana ketika masa itu terjadi perang yamamah pada 12 H sangat berkacamuk dan menelan banyak korban jiwa, termaksud diantara nya banyak dari kalangan paenghafal al-Qur’an Huffadz, dan ini menjadi sebuah kekhawatiran khalifah pada sat itu. Sehinga beliau umar bin khattab mengusulkan kepada khalifah abu bakar agar segera memerintahkan untuk melakukan kodifikasi terhadap al-Qur’an, namun hal itu menjadi sebuah ketakutan bagi khalifah Abu Bakar karena melakukan sesuatu yanag tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Desakan demi desakan pun dilakukan Umar bin khattab sehingga hal itu melapangkan hati khalifah Abu Bakar. lalu kemudian beliau pun memeritahkan kepada sahabat Zaid bin Tsabit agar melakukan kodifikasi dengan mengumpulkan manuskrip penulisan wahyu dari pelepah kurma, lempengan batu, dan juga dari hafalan para sahabat al-Qur’an yang ditulis dan dihafalkan pada masa Rasulullah Saw. Setelah selesai disusun khalifah abu bakar pun menyimpan manuskrip tersebut hingga beliau wafat, kemudian berpindah ke tangan umar bin khattab hingga beliau wafat, lalu kemudian berpindah ketangan putri nya Hafshah binti umar.
Adapun dari segi perbedaan penulisan al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Usman bin Affan adalah bahwa pada masa Abu Bakar penulisan al-Qur’an disebabkan kekhawatiran para sahabat akan hilangnya al-Qur’an yang ditandai dengan banyak nya yang menjadi korban jiwa dalam peperangan dari kalangan penghafal al-Qur’an, dan pada masa itu al-Qur’an belum dihimpun dalam satu manuskrip, sehingga khalifah Abu Bakar pada saat itu mengumpulkan lembaran lembaran ayat yang ditulis pada masa Rasulullah saw. Adapun penulisan al-Qur’an pada Usman  bin Affam dikarenakan muncul nya sebuah pertentangan dalam qiraah bacaan nya yang menyababkan kekhawatiran sahabat pada masa itu, sehingga khalifah Usman bin Affan pun kembali mengutip naskah penulisan yang ada pada putri Umar bin Khattab untuk disalin dalam beberapa qiraah bacaan yang telah disepakati  ummat pada masa itu lalu kemudian menyebarkan nya keberbagai penjuruh daerah.
Walau telah mengalami beberapa kali proses penulisan dan kodifikasi pembukuan, al-Qur’an tidak berubah dari segi keotentikan lafadz dan makna nya, selain karena hal tersebut dijamin oleh Allah swt, dalam proses penulisan dan pengumpulan nya pun dilakukan dengan sangat hati-hati dan dikerjakan oleh orang orang yang dekat dengan Allah dan ahli pada bidang nya.  
Wallahu a’lam.
.
.
.
Cairo
Senin, 13 April 2020

Referensi :
-       Al-itqan fi ‘ulumi al-Quran, Penulis : Imam Jaluluddin as-Suyuthi, Penerbit : Dar al-Hadist, Cairo 2006





Komentar